POSTMODERNISME TELANJANGI KEBUDAYAAN INDONESIA


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Kebudayaan memang sangat erat kaitannya dengan kehidupannya manusia. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil, karya, rasa dan cipta masyarakat. 

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan adalah merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Erskovits juga memandang kebudayaan merupakan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi je generasi yang lainnya yang kemudian disebut sebagai superorganic. Andreas Eppink juga mengatakan kebudayaan itu mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain. 

 Adapun unsur-unsur pokok dari kebudayaan adalah adanya alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan politik. Pada zaman modern seperti sekarang ini budaya asli negara kita memang sudah memudar, faktor dari budaya luar memang sangat berpengaruh dalam kehidupan negara kita. Contohnya saja anak muda zaman sekarang, mereka sangat antusias dan up date untuk mengetahui perkembangan kehidupan atau lifestyle budaya luar negeri. Sebenarnya bukan hanya orang tua saja yang melakukan dan melestarikan kebudayaan asli negara Indonesia ini, namun seharusnya anak muda juga harus ikut berpartisipasi aktif dalam melestarikan budaya Indonesia. Memang kebudayaan bangsa sekarang sudah mulai luntur dari masyarakat khususnya para remaja yang lebih condong senang meniru budaya luar negeri daripada budaya asli kita sendiri.  

Sebagai contoh para remaja putri atau putra, mereka lebih senang memakai celana pendek  seperti bule yang dari budaya Barat yang mereka anggap dapat membuat mereka lebih cantik daripada memakai pakaian yang menutup anggota tubuh, yang merupakan salah satu ciri khas kita sebagai negara yang penuh sopan santun dan keramahannya. Memang remaja sekarang ini bisa dikatakan jauh lebih berbeda bila dibandingkan dengan remaja zaman dahulu. Jika remaja zaman dahulu cenderung bersikap aktif, kreatif, mau berusaha, dan tidak pasif sedangkan remaja sekarang ini sudah dimanjakan dengan peralatan yang serba canggih, gadget, alat komunikasi, dan kebanyakan tidak mau berusaha keras. Di zaman yang postmodern ini ternyata malah membuat orang itu semakin malas dalam berfikir dan bertindak. 

Menurut Frederick Jameson (1998) mengatakan bahwa, munculnya postmomedrnisme ini memang tidak akan pernah lepas dari kapitalisme. Postmodernisme ini mulai muncul dan terjadi sejak manusia itu mengenal teknologi komputer atau sekitar tahun 2000an, mulai dari tahun itulah kehidupan manusia memang benar-benar berubah. Mulai dari cara pandang, pemikiran, alat teknologi, gadget, iphone, tablet, lifestyle, makanan, bahasa, cara berpakaian, dan lain sebagainya. Semua itu adalah akibat atau dampak dari adanya kapitalisme di era postmodernisme ini. Masyarakat kita berada dalam pergolakan dan pergeseran kebudayaan. Postmodernisme muncul setelah adanya modernisme, yang mencakup bangayk dimensi dari masyarakat kontemporer. Kesadaran postmodern telah melenyapkan optimisme “kemajuan” (progress) dari pencerahan.  

Postmodern tidak mau mengambil sikap optimis dari masa lalu. Mereka menimbulkan sikap pesimis dan pasif dalam bertindak. Misalnya saja, anak-anak pada masa kini berbeda keyakinan dengan orang tuanya. Mereka tidak percaya bahwa dunia ini akan berubah menjadi lebih baik. Mereka tidak percaya lagi bahwa manusia itu dpat menyelesaikan masalahnya dan kehidupan mereka akan lebih baik daripada orangtua mereka. Pemahaman modern menghubungkan kebenaran dengan rasio dan logika  menjadi tolak ukur kebenaran. Masyarakat postmodern meragukan konsep kebenaran universal yang dibuktikan melalui usaha-usaha rasio. Mereka tidak mau menjadi rasio sebagai tolak ukur kebenaran. Postmodern mencari sesuatu yang lebih tinggi daripada rasio. 

Mereka menemukan cara-cara nonrasional untuk mencari pengetahuan, yaitu melalui emosi dan intuisi. Postmodernisme juga bisa dikatakan sebagai sebuah fenomena kultural. Ciri utama budaya postmodernisme adalah pluralisme.  Postmodernisme adalah campuran antara macam-macam tradisi dan masa lalu. Postmodernisme adalah kelanjutan dari modernisme, skaligus melampaui modernisme. Selain itu, postmodernisme juga bisa dikatakan sebagai sebuah fenomena dalam budaya pop, seni film, sastra dan lain-lain. Dalam pembuatan film misalnya, film menggambarkan yang tidak ada menjadi seolah-olah ada. Sekilas lalu, film adalah sebuah cerita utuh yang ditampilkan oleh para aktor dan aktris. 

Kenyataannya, film adalah rekayasa teknologi dengan bantuan ahli-ahli spesialis dari berbagai bidang yang tidak jarang kelihatan dalam film. Adanya kesatuan dalam sebuah film sebenarnya adalah ilusi. Film berbeda dengan teater. Film tidak pernah berisi penampilan sekelompok aktor/aktris sekaligus secara utuh dan berkesinambungan. Apa yang penonton lihat “berkesinambungan” adalah semacam sisa dari berbagai adegan dalam proses pembuatan film itu sendiri, yang tidak saling berhubungan baik secara waktu maupun tempat. Alur cerita sebuah film hanyalah tipuan. Alur sebuah film yang kita lihat, ternyata tidak seperti demikian alurnya pada waktu film berada dalam proses pembuatan tersebut.  

Dengan demikian, kebudayaan Indonesia yang kita kenal sebagai kebudayaan yang sopan santun dan keramahannya itu di era postmodern ini telah luntur. Dan seakan-akan kebudayaan Indonesia yang asli telah di telanjangi oleh budaya postmodernisme. Bagaimana tidak, bila dilihat dari gaya hidup, cara pandang dan pemikiran, cara berpakaian, alat teknologi seperti gadget, telah berubah seiring berjalannya waktu. Maka dari itu, kita sebagai warga negara yang baik, khususnya kaum remaja seharusnya tetap melestarikan kebudayaan asli Indonesia dan merawat semua budaya yang telah diwariskan dari leluhur untuk kita. 
Karya:  Finda Octafiyanti

@Rya                                            
Previous Post
Next Post

0 Comments: